Di masyarakat perkotaan, barangkali sudah biasa dan wajar mendapati
perempuan pergi kemana-mana sendirian. Pergi di sini, artinya dalam jarak jauh
semisal sampai melewati jarak masafatul qasr (sekitar 83-an km). Tapi di
masyarakat pedesaan, hal itu masih tabu. Dan di tengah masyarakat pedesaanlah diriku
tumbuh, dengan kultur pesantren salaf dan abah yang ketat dan sangat menjaga
putri satu-satunya ini. Maka waktu belum bersuami, kemana-mana diriku harus
diantar mas kandung, tidak ada izin untuk pergi kemana-mana sendirian. Ditambah
teks-teks fikih dengan pendapat-pendapat yang ashah masih menegaskan
perempuan dilarang pergi sendirian tanpa mahram. Jadi selain kultur, juga
dikuatkan dengan teks fikih.
Sebenarnya, aku tipe perempuan
yang suka berpetualang, suka jalan-jalan, bepergian ke tempat-tempat baru, naik
bis atau kendaraan umum, cari pengalaman, berkenalan dengan banyak orang. Tapi
keinginan-keinginan itu terpendam karena sering tak ada izin orang tua. Aku
menikmatinya dan tak pernah berontak. Karena memang barangkali aku masih
terlalu muda, dan belum lihai bepergian jauh.
Akhirnya waktu taaruf
dengan calon suami, kuceritakan segala inginku. Aku ingin suamiku nanti
mengizinkanku pergi, dan menaruh rasa percaya meski diriku pergi sendirian.
Nah, karena beliau mau begitu, diriku sungguh senang sekali. Tentu dengan
berbagai macam pertimbangan, akhirnya kuterima lamarannya.
Alhamdulillah, setelah
menikah entah sudah berpuluh kali diriku pergi sendiri tanpa didampingi suami.
Setiap sebelum berangkat kemanapun sendiri, tetap minta rida dan doanya. Karena
meski menjadi istri yang merdeka bepergian, suami tetap adalah tempat kupinta
rida dan doa. Tidak boleh menerobos titah dan perintahnya. Tidak boleh
kemana-mana tanpa izin.
Lalu bagaimana menanggapi
teks fikih yang berpendapat bahwa perempuan tidak boleh keluar tanpa
mahram?
Diriku ambil pendapat
fikih yang mengemukakan bahwa perempuan boleh bepergian sendiri tanpa teman
atau mahram asalkan keamanan di jalan maupun di tempat tujuan terjamin. So
sweet sekali sebenarnya agamaku; ia sangat menjaga perempuan sehingga terkesan
memperketat hukum tentang perempuan bepergian sendirian.
Pendapat ulama yang
melarang perempuan bepergian tanpa mahram adalah bermula dari dawuh Nabi,
beliau pernah ngendikan bahwa perempuan tidak boleh bepergian selama
tiga hari kecuali bersama mahramnya. Hadis ini diriwayatkan Imam Bukhari dan
Muslim. Secara jarak, ada Hadis lain yang menyebutkan larangan perempuan
bepergian sendiri sejauh perjalanan sehari semalam kecuali didampingi mahram. Hadis
ini diriwayatkan Imam Tirmidzi.
Namun di waktu berbeda,
Nabi pernah menceritakan tentang seorang perempuan dari Hirah yang takut kepada
Allah. Perempuan itu pergi berhaji sendirian dengan menempuh jarak sekitar
1.500 km (Hirah-Mekkah). Cerita itu termaktub dalam sebuah Hadis yang
diriwayatkan dalam kitab Sahih Bukhari. Setidaknya dari kisah Nabi tersebut
dapat digambarkan tentang keamanan perjalanan dari Hirah sampai Mekkah.
Dari sana menunjukkan
bahwa perempuan bepergian tanpa mahram itu memungkinkan dan boleh dengan
mengacu pada pendapat bahwa mereka mesti aman dalam perjalanan maupun di tempat
tujuan.
Lebih jauh, kiranya tentang perempuan bepergian sendirian ini tak
melulu selalu bisa dijawab dengan hukum. Faktanya kita juga harus melakukan
negoisasi pada pihak pemberi izin (ortu atau suami), musyawarah terbuka, dengan
memikirkan berbagai pertimbangan: seperti mobilitas yang semakin dinamis,
perempuan dan laki-laki memiliki peran yang sama di ranah publik, keamanan
bahkan kenyamanan transportasi dan tempat-tempat publik yang relatif terkendali,
undang-undang yang jelas dan ketat soal keamanan, dari sini kemudian
kemaslahatan tampak lebih kuat dibanding mudarat yang masih berupa bayangan.
Tapi tentu saja sebuah hukum tidak bisa dimutlakkan, tak bisa disamaratakan antara satu perempuan dengan perempuan yang lain, antara satu kondisi dengan kondisi yang lain, antara satu daerah dengan daerah yang lain. Maka ya itu, pertimbangkan maslahat dan mudaratnya. Apakah dirimu sebagai perempuan bisa menjaga diri selama di perjalanan dan sesampainya di alamat tujuan? Apakah daerah yang kau tuju adalah daerah aman dari kriminalitas? Apakah tujuanmu berupa kemaslahatan atau kemaksiatan? Jika suami atau orang tua tidak mengizinkan, apa yang mereka pertimbangkan? dan berbagai pertimbangan lainnya untuk kemudian memutuskan memulai perjalanan sendirian.
Lalu tips perjalanan sendirian gimana?
Berdasarkan pengalamanku, beberapa hal yang bisa kau lakukan untuk mulai bepergian sendiri:
1. Izin orang tua atau suami. Itu kunci ketenangan dan
kenyamanan. Minta doa dan ridanya.
2. Jika belum mengantongi izin, lakukan musyawarah untuk
sama-sama menimbang alasan satu sama lain. Mana yang paling kuat maslahatnya,
mana yang rendah kadar mudaratnya. Karena setiap orang tua maupun suami punya
pertimbangannya masing-masing. Jadi kuncinya “bicara terbuka”. Jangan mendem
duwur terus. Biar jatuhnya gak salah sangka.
3. Setelah mengantongi izin, catat alur perjalanan dan
transportasi selama di jalan. Nanti naik dari mana, turun dimana, lalu kemana,
pakai mode transportasi apa, dst. Jadi gak gagap. Karena udah tau arah.
4. Selama perjalanan, kenalan dengan orang di sampingmu,
agar kalau ada hal yang tidak diinginkan kita sudah paham mau minta bantuan ke
siapa. :D Kalau kamu berani dan tak takut merasa sendiri sebenarnya poin 4 ini
tak terlalu penting. Tapi karena diriku takut sendiri, jadi biar merasa ada
temannya, maka ajak kenalan orang di sampingku.
5. Jangan sungkan bertanya kepada orang yang paham daerah
yang akan kau tuju. Nanti kondisi terminalnya bagaimana, transportnya gimana,
arahnya gimana, pokoknya jangan malu bertanya. Tanya apa aja, sampai kamu yakin
merasa aman.
6. Di Jawa, untuk mode transportasi sudah sangat aman
menggunakan kereta atau bis travel seperti gunung harta atau Pandawa. Untuk
keamanan bis umum, diriku belum pernah mencoba. Maksimal hanya pernah melakukan
perjalanan dengan bis umum dari Situbondo ke Malang, hanya lintas beberapa
kabupaten dan itu aman sekali. Alhamdulillah. But over all, sepertinya semua
mode transportasi di Indonesia relative aman. Apalagi kalau pakai grab atau
gojek, insyaallah sangat aman dan nyaman.
7. Kalau bisa, memastikan sampai di tempat tujuan tidak pada malam hari. Apalagi kalau turunnya di terminal atau pinggir jalan, dan kita sama sekali gak tau daerah itu. Hehehe. Pas di Jakarta sebenarnya diriku ya turun jam 2 dini hari, tapi bapak-bapak ojek daerah sana baik-baik banget sampe ditawarin tempat duduk. Waktu itu langsung pesan grab dan menuju tempat penginapan. Kalau pas di Semarang, alhamdulillah turun terminal pas jam 8 pagi. Jadi disambut matahari yang riang gembira.
Ah ya, kalau kau pergi ke Jakarta, Semarang atau Jawa
Tengah, mereka sudah menyediakan mode transportasi berupa bis transjakarta,
transsemarang dan trans jateng dengan harga yang sangat muraaaah. Masak rek,
diriku pergi dengan jarak sekitar 30 km, Cuma bayar 4000. Murah bet. Dan aman.
Karena tempat perempuan dan laki-laki dipisah. Yang perempuan di bagian
belakang, yang laki-laki di bagian depan.
Cuma kalau udah jam-jam kerja, pasti desek-desekan. Daaaan tentunya untuk naik bis trans ini, anda harus paham betul mau naik dari mana, turun kemana, kalau ke sana bagaimana, dll. Makanya yaitu, rajin bertanya ya gaes. Biar lulus di perjalanan dan sampai tujuan dengan aman.
Oke sekian tulisan nano-nanonya.
See you, selamat jalan-jalan.
Komentar
Posting Komentar