Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Kusebut Ia, Puisi

 1- Timbul tenggelam  Kadang dekat, kadang lupa pulang Tapi kau selalu setia, Menungguku datang. 2- Tanamlah aku, Sebagai manusia Yang berhak tumbuh Bersama usia Tanamlah aku, Sebagai Ibu Meski berlumur lumpur Doanya melesat menembus waktu Tanamlah aku, Sebagai warga Yang tak punya daya, Kecuali suara Kutanam diriku: Sebagai hamba yang tak punya apa Kecuali Dia. 3- Aku pulang,  Pada rumah bernama puisi Tempatku menemukan diri. 4- Pergi aku jauh, Seperti harapmu: mencari ilmu Selain koper dan ransel, Aku juga melipatmu rapi, dalam dada. Tapi rindu sering datang, membuatnya berantakan. Pergi aku jauh,  Kusangka ranselku berat  Oleh buku dan baju  Ternyata aku juga, Membawa berton-ton rindu yang kerap memberati langkahku. (Bandung yang dingin, di suatu Mei) 5- Enam menuju tujuh Cinta itu terus tumbuh Merona di kala dekat Rindu di kala jauh, Dan di dekatmu: waktu melesat seperti kilat Di jauh: ia terseok menempuh punggung hari, seperti rayap Enam menuju tujuh M...

Safira: Jarak Melindungimu dari Luka

Desember, 2035 Kafe ini tetap sunyi, sejak pagi hanya aku menjadi satu-satunya pengunjung. Kutatap nanar kertas yang sudah penuh dengan tulisan acak. Kertas kucel yang, agak basah, dikit. Tapi sudah mengering. Berjam-jam di sini sendiri, setiap pagi, mataku sudah ingin pensiun ngeluarin air. Jika sebuah cerita telah usai, kedua belah pihak harus sama-sama lari menjauhkan diri. Agar tidak saling melukai. Jarak; akan melindungi seseorang dari luka. Katanya.   Oh tidak, tidak perlu ditahan. Tulis saja. Semua, apapun, sampai hatimu lega, sampai entah beberapa bulan atau beberapa tahun lagi, sampai aku benar-benar bisa pulih dari cerita ini.   Ra, kalau patah hati itu ngaji. Allah yang kasih ketenangan ke hati orang mukmin. Bukan malah tiap pagi datang ke kafe sendirian pesen Americano yang pahitnya minta ampun itu. Orang gila mana yang….   Omelku ke diri sendiri.     Lah siapa tau Allah lagi di kafe ini, ye kan, nemenin diriku. Dia kan Ma...

Benarkah Sudah Moderat?

  Wahai Fina Laila: Apa ukuran moderat, dan siapa yang berhak mengklaim diri seseorang telah bersikap moderat? Tanpa mengetahui keilmuan agama secara komprehensif, apa lantas landasan untuk bisa berada di titik Tengah? Apakah moderat adalah yang “beragama” dengan ajaran agama yang sudah biasa beredar? Apakah moderat adalah yang selalu “menyetujui” apapun di luar keyakinannya? Apakah moderat adalah yang selalu melegalkan praktik “kemaksiatan muttafaq” dengan dasar toleransi? Bagaimana bisa ada di titik tengah jika tidak pernah tau titik paling kanan dan paling kiri, apabila belum cukup wawasanmu tentang mana saja yang muttafaq dan mukhtalaf?   Wahai Fina Laila: Apa kau sudah khatam semua macam perdebatan ulama Apa kau sudah khatam kitab perbandingan ulama dan berbagai alasan mereka, sampai mana pembacaanmu terhadap Mizan Kubro, sampai mana pemahamanmu terhadap Bidayatul Mujtahid? Lalu apakah moderat adalah yang “bermazhab Syafii” dan tidak plin plan pi...

Cerita PPWK (Bogor, 2019)

    KISAH NYATA; BOLEH DIBACA BOLEH TIDAK Setelah melewati banyak drama, tentang empat belas jam di bis yang bikin kesal wal sakit pinggang, ditambah KRL mati dan harus panas-panasan ngebis siang hari di tengah Jakarta yang muacet, cari angkot menuju Bogor dan gak dapet gegara full semua efek KRL mati, wal hasil nge-grab, trus ngebis sampai Bogor, trus nge-grab lagi. Dan begitulaaah hingga   akhirnya aku dan kedua temanku tiba juga di lokasi. Tweng-tweng, Lokasi yang meragukan! Tidak ada tanda-tanda akan diadakan acara spesial berskala nasional di sini. Tak ada tanda-tanda ada hotel mewah dengan fasilitas bintang lima tempat biasa digelar kegiatan. Hanya ada banner yang besarnya masih jauh lebih besar banner Foto Copy di belakangnya yang bertuliskan selamat datang. Baiquelah pemirsa, mari buang pelan-pelan segala ekpektasi. No something special! Setelah itu, untuk mencapai lokasi, kami harus melewati perumahan penduduk. Pas kita lewat, ada banyak orang yang nongkron...

PerpisahanIdad#Melepasguru..

  Tentang semalam, tentang bulan purnama, tentang makan bareng terakhir, tentang foto bareng, mengenang berbagai kisah, dan menertawakan sebuah perpisahan. Oi, ternyata ini adalah perpisahan. Ternyata kita benar-benar ada di penghujung. Duh tuan, tak sanggup ternyata. M ereka telah lebih banyak memberi warna yang indah di awal-awal tahun, di tengah tahun bahkan sampai sekarang pun. Maka saya harus berterimakasih untuk segenap kebaikan yang telah mereka ukir dalam hidup saya selama tiga tahun di sini. Betapa bahagianya saya memiliki saudara-saudara hebat seperti mereka. Oi, ternyata ini adalah perpisahan. Dan rasanya tak sanggup membayangkan sesaknya cerita dalam tiga tahun ini. Terimakasih musyrif yang telah membimbing kami dan memberi banyak sekali warna. “Terimakasih, dalam tiga tahun ini saya banyak memiliki kenangan bersama kalian baik kenangan yang manis atau pun yang kecut-kecut asem..” hahahaha, kata gus Kholil, memulai prakata. “Saya minta maaf jika selama ini ban...

Salah Jurusan, Nambah Cobaan...

Di Indonesia, jurusan yang paling banyak diminati semasa SMA adalah IPA. Dalam sebuah lembaga setara SMA, kelas IPA biasanya jauh lebih banyak dibanding agama, bahasa atau pun IPS yang rata-rata hanya memiliki satu kelas atau dua kelas. Padahal menurut saya -yang pernah berpengalaman di jurusan IPA (dan sudah merasa salah jurusan J ) pelajaran-pelajaran di IPA itu ruwetnya minta ampun. Ngitung terus. Ngafalin rumus. Dan saya kira,   anak-anak remaja tak banyak yang mahir menghitung. Tapi anehnya justru IPA menjadi pilihan favorite. Barangkali karena IPA lagi tenar-tenarnya menjadi jurusan yang keren, dengan mata pelajaran yang keren juga. Mulai Biologi, kimia, matematika hingga fisika. Tapi kalau gak mahir, ya sama saja. Gak ada keren-kerennya...   Walhasil, berdasarkan pengamatan saya dari jendela kelas ( J ), anak-anak IPA seringkali hanya datang ke kelas sebagai jasad. Dalam proses belajar mereka banyak yang mengeluh akibat pelajaran-pelajaran hitung menghitung yang r...

The Dadakan Muslimah

Dia mendadak menjadi muslimah beneran. Semua dekstop di laptop atau di hp-nya ia sulap dengan kartun-kartun muslimah yang ia download dari internet. Sekarang ia jadi rajin ke musala, rajin baca al-Quran, rajin memutar tasbih, rajin ke madrasah dan semua hal ia benar-benar melakukannya dengan giat. Sambil lalu masih terlintas dalam benaknya..   Perempuan itu, siapa? Kenapa dekat sekali dengan Yusuf? Namanya Zulaikha, kata teman-teman. Ah, apakah mereka berpacaran? “Mereka pacaran? Sepertinya tidak mungkin, Anna. Kau tahu sendiri kak Yusuf itu laki-laki yang sangat menjaga diri. Barangkali mereka hanya teman biasa, atau di antara keduanya sudah ada komitmen untuk menikah..” Ha? Komitmen? Menikah? Seperti petir di siang bolong, dugaan itu berhasil meruntuhkan hatinya. Gaya berpakaian perempuan itu sama dengan yang ia lihat di foto-foto muslimah di internet: anggun, rapi dan aura wajahnya memancarkan kecerdasan dan kedewasaan. Ia memandang dirinya lama-lama di depan cermin : ...

Ngaji Hikam

  Mengajidiri#1 Malam ini, guru saya kembali mengisi pengajian kitab Al-Hikam karya fenomenal dari Ibnu Athaillah. Kitab itu termasuk salah satu kitab yang saya suka. Salah satu yang saya dapat malam ini adalah bahwa ternyata mayoritas ulama-ulama salaf memiliki tahapan yang sama dalam proses belajar. Mereka mendalami fikih terlebih dahulu untuk kemudian belajar tentang ilmu suluk atau tasawwuf. Ibnu Athaillah sendiri, sebelum belajar ilmu suluk beliau juga belajar ilmu sastra atau bahasa. Saya jadi penasaran, apakah ilmu sastra itu yang kemudian mengantarkannya untuk tertarik mempelajari ilmu suluk? Santri-santri beliau juga banyak yang terkenal, seperti Syekh Tajuddin Al-Subki juga Imam Al-Qarafi. Tadi guru saya juga bercerita tentang bentuk kegilaan cinta al-Hallaj kepada Allah yang di Indonesia pengikutnya juga terkenal seperti Hamzah Al-Fansuri, Syekh Siti Jenar juga Syekh Mutamakkin. Bukankah mereka yang menyebutkan bahwa Allah sudah menyatu dalam diri mereka bahwa diri...

Tak Perlu Terlalu Mewah Memandang..

Nah, salah satu keburukan saya selama ini adalah saya terlalu mewah memandang orang lain. Nyatanya   cara berfikir demikian tak baik menurut ilmu manthiq. Jika ilmu Syariat menetapkan tujuh dosa besar, maka ilmu manthiq juga menetapkan 7 kesalahan berfikir. Salah satunya ya itu, terlalu mewah memandang orang lain. Lalu kenapa orang-orang sering keterlaluan memuji orang lain? Kenapa orang sering keterlaluan menganggap orang lain waw, mewah, hingga ia merendahkan dirinya sendiri dan jatuh pada penghinaan diri yang tidak diperbolehkan? Juga kenapa orang-orang sering keterlaluan menghina orang lain? Kenapa orang sering keterlaluan menganggap orang lain buruk? Di dunia ini, sebenarnya siapa yang paling berhak menilai? Ah, Semoga kita bisa terus memperbaiki diri untuk menghindari sikap keterlaluan. Baik keterlaluan memuji, menghina, memandang orang lain terlalu baik dan ‘wah’, juga dalam memandang orang lain terlalu buruk. Jadi ingat dawuh almarhum Kiai Hasan Basri : “Biasa-bia...

Perjalanan Ke Semarang

  Akhir 2022 diriku berangkat ke Semarang pakai bis travel, sendirian. Sebenarnya ini perjalanan kedua sendirian ke jauh pakai bis, tapi kali ini lumayan ngeri-ngeri sedap. Yagimana, pas masuk bis semuanya laki-laki. Aku perempuan seorang diri. Mana malem lagi. Bis mode gelap. Hujan pula. Mana berangkatnya hati gak nyaman, antara iya enggak. Jadi babak belur pikiranku. Huahahaha. Terus duduknya sama bapak-bapak body guede. Baiqlah. Sejak awal masker gak pernah kubuka, sama tak keluarin tasbih biar kayak perempuan solehah, wkwkw, sebenarnya buat baca solawat, nenangin diri sendiri. Waktu itu naik bisnya udah masuk waktu isya, dan sebelum naik bis diriku sudah jamak qashar maghrib-isya, jadi aman. Tinggal mikir solat subuhnya entar. Di perkiraan perjalanan, estimasi sampai sebelum subuh, di terminal Penggaron . Selama perjalanan, aku langsung searching di map masjid atau musollah terdekat dari terminal. Ngebayangin turun gelap-gelap di tempat umum yang asing dan jauh dari da...

Pengalamanku Pergi Sendirian di Tengah Larangan Kultur dan Agama

        Di masyarakat perkotaan, barangkali sudah biasa dan wajar mendapati perempuan pergi kemana-mana sendirian. Pergi di sini, artinya dalam jarak jauh semisal sampai melewati jarak masafatul qasr (sekitar 83-an km). Tapi di masyarakat pedesaan, hal itu masih tabu. Dan di tengah masyarakat pedesaanlah diriku tumbuh, dengan kultur pesantren salaf dan abah yang ketat dan sangat menjaga putri satu-satunya ini. Maka waktu belum bersuami, kemana-mana diriku harus diantar mas kandung, tidak ada izin untuk pergi kemana-mana sendirian. Ditambah teks-teks fikih dengan pendapat-pendapat yang ashah masih menegaskan perempuan dilarang pergi sendirian tanpa mahram. Jadi selain kultur, juga dikuatkan dengan teks fikih.   Sebenarnya, aku tipe perempuan yang suka berpetualang, suka jalan-jalan, bepergian ke tempat-tempat baru, naik bis atau kendaraan umum, cari pengalaman, berkenalan dengan banyak orang. Tapi keinginan-keinginan itu terpendam karena sering tak ada izin...

Perempuan dan Wanita; Manusia Ahli yang Siap Dididik

                       Dalam bahasa Sansekerta, kata perempuan diambil dari kata per-empu-an. Per memiliki arti makhluk, dan empu berarti mulia, tuan dan mahir. Dengan demikian perempuan bisa dimaknai sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan. [1] Kau pernah dengar nama Empu Gandring? Atau Empu prapanca? Keduanya adalah salah satu empu di Indonesia yang ahli dalam membuat keris. Dalam Kbbi sendiri, Empu bermakna orang yang sangat ahli (terutama di bidang keris). [2] Maka istilah perempuan memiliki kekuatan positif yang mengaurakan sosok perempuan sebagai manusia yang memiliki suatu keahlian, sebagaimana juga laki-laki.             Sedangkan kata wanita, biasanya digunakan untuk perempuan yang sudah dewasa. Kalau dilihat dari akar kata dalam Bahasa Jawa, Wanita yaitu wani ditata. Harus berani ditata. Dalam hal ini wanita ditempatkan sebagai manusia yang ha...