Langsung ke konten utama

Postingan

Kala Tubuh Minta Rehat

Catatan Hari Ini 📝✨ Semalam aku udah tekad banget buat nyelesain tugas presentasi genderku bakda subuh. Tapi naas! 🥲 Begitu bangun pagi tadi, kepala langsung puyeng bukan main. Kupakai koyok seperti biasa, terus kupaksa keluar cari angin dan sinar matahari sekalian beli lauk buat sarapan. Biasanya sih, kalau pusing palingan bentar doang, trus sembuh. Apalagi pagi ini ada Pak Lukman Saifuddin ngisi kuliah. Aku pikir, ya udah, rebahan sebentar, nanti juga kuat ikut kuliah beliau. Tapi ternyata, sampai balik ke kamar, pusing makin menjadi. Makan gak enak, mulut pahit banget. Kepala nyut-nyutan—kadang depan, kadang belakang, kanan-kiri pun ikut-ikutan. Nggilaaaaa 😵‍💫 Oke, fine. Aku butuh tidur. Mungkin siangan bisa kerjain tugas presentasi gendernya. Gak papa deh gak ikut kuliah Pak Lukman, yang penting cepat pulih dan bisa fokus. Pas temen-temen pada berangkat kuliah, Yaya—yang biasanya ogah-ogahan—malah ngajakin kuliah: “Miiiii, ayo kuliah, itu mbak-mbak udah berangkat.” “Aduh ...
Postingan terbaru

Kusebut Ia, Puisi

 1- Timbul tenggelam  Kadang dekat, kadang lupa pulang Tapi kau selalu setia, Menungguku datang. 2- Tanamlah aku, Sebagai manusia Yang berhak tumbuh Bersama usia Tanamlah aku, Sebagai Ibu Meski berlumur lumpur Doanya melesat menembus waktu Tanamlah aku, Sebagai warga Yang tak punya daya, Kecuali suara Kutanam diriku: Sebagai hamba yang tak punya apa Kecuali Dia. 3- Aku pulang,  Pada rumah bernama puisi Tempatku menemukan diri. 4- Pergi aku jauh, Seperti harapmu: mencari ilmu Selain koper dan ransel, Aku juga melipatmu rapi, dalam dada. Tapi rindu sering datang, membuatnya berantakan. Pergi aku jauh,  Kusangka ranselku berat  Oleh buku dan baju  Ternyata aku juga, Membawa berton-ton rindu yang kerap memberati langkahku. (Bandung yang dingin, di suatu Mei) 5- Enam menuju tujuh Cinta itu terus tumbuh Merona di kala dekat Rindu di kala jauh, Dan di dekatmu: waktu melesat seperti kilat Di jauh: ia terseok menempuh punggung hari, seperti rayap Enam menuju tujuh M...

Safira: Jarak Melindungimu dari Luka

Desember, 2035 Kafe ini tetap sunyi, sejak pagi hanya aku menjadi satu-satunya pengunjung. Kutatap nanar kertas yang sudah penuh dengan tulisan acak. Kertas kucel yang, agak basah, dikit. Tapi sudah mengering. Berjam-jam di sini sendiri, setiap pagi, mataku sudah ingin pensiun ngeluarin air. Jika sebuah cerita telah usai, kedua belah pihak harus sama-sama lari menjauhkan diri. Agar tidak saling melukai. Jarak; akan melindungi seseorang dari luka. Katanya.   Oh tidak, tidak perlu ditahan. Tulis saja. Semua, apapun, sampai hatimu lega, sampai entah beberapa bulan atau beberapa tahun lagi, sampai aku benar-benar bisa pulih dari cerita ini.   Ra, kalau patah hati itu ngaji. Allah yang kasih ketenangan ke hati orang mukmin. Bukan malah tiap pagi datang ke kafe sendirian pesen Americano yang pahitnya minta ampun itu. Orang gila mana yang….   Omelku ke diri sendiri.     Lah siapa tau Allah lagi di kafe ini, ye kan, nemenin diriku. Dia kan Ma...

Benarkah Sudah Moderat?

  Wahai Fina Laila: Apa ukuran moderat, dan siapa yang berhak mengklaim diri seseorang telah bersikap moderat? Tanpa mengetahui keilmuan agama secara komprehensif, apa lantas landasan untuk bisa berada di titik Tengah? Apakah moderat adalah yang “beragama” dengan ajaran agama yang sudah biasa beredar? Apakah moderat adalah yang selalu “menyetujui” apapun di luar keyakinannya? Apakah moderat adalah yang selalu melegalkan praktik “kemaksiatan muttafaq” dengan dasar toleransi? Bagaimana bisa ada di titik tengah jika tidak pernah tau titik paling kanan dan paling kiri, apabila belum cukup wawasanmu tentang mana saja yang muttafaq dan mukhtalaf?   Wahai Fina Laila: Apa kau sudah khatam semua macam perdebatan ulama Apa kau sudah khatam kitab perbandingan ulama dan berbagai alasan mereka, sampai mana pembacaanmu terhadap Mizan Kubro, sampai mana pemahamanmu terhadap Bidayatul Mujtahid? Lalu apakah moderat adalah yang “bermazhab Syafii” dan tidak plin plan pi...

Cerita PPWK (Bogor, 2019)

    KISAH NYATA; BOLEH DIBACA BOLEH TIDAK Setelah melewati banyak drama, tentang empat belas jam di bis yang bikin kesal wal sakit pinggang, ditambah KRL mati dan harus panas-panasan ngebis siang hari di tengah Jakarta yang muacet, cari angkot menuju Bogor dan gak dapet gegara full semua efek KRL mati, wal hasil nge-grab, trus ngebis sampai Bogor, trus nge-grab lagi. Dan begitulaaah hingga   akhirnya aku dan kedua temanku tiba juga di lokasi. Tweng-tweng, Lokasi yang meragukan! Tidak ada tanda-tanda akan diadakan acara spesial berskala nasional di sini. Tak ada tanda-tanda ada hotel mewah dengan fasilitas bintang lima tempat biasa digelar kegiatan. Hanya ada banner yang besarnya masih jauh lebih besar banner Foto Copy di belakangnya yang bertuliskan selamat datang. Baiquelah pemirsa, mari buang pelan-pelan segala ekpektasi. No something special! Setelah itu, untuk mencapai lokasi, kami harus melewati perumahan penduduk. Pas kita lewat, ada banyak orang yang nongkron...

PerpisahanIdad#Melepasguru..

  Tentang semalam, tentang bulan purnama, tentang makan bareng terakhir, tentang foto bareng, mengenang berbagai kisah, dan menertawakan sebuah perpisahan. Oi, ternyata ini adalah perpisahan. Ternyata kita benar-benar ada di penghujung. Duh tuan, tak sanggup ternyata. M ereka telah lebih banyak memberi warna yang indah di awal-awal tahun, di tengah tahun bahkan sampai sekarang pun. Maka saya harus berterimakasih untuk segenap kebaikan yang telah mereka ukir dalam hidup saya selama tiga tahun di sini. Betapa bahagianya saya memiliki saudara-saudara hebat seperti mereka. Oi, ternyata ini adalah perpisahan. Dan rasanya tak sanggup membayangkan sesaknya cerita dalam tiga tahun ini. Terimakasih musyrif yang telah membimbing kami dan memberi banyak sekali warna. “Terimakasih, dalam tiga tahun ini saya banyak memiliki kenangan bersama kalian baik kenangan yang manis atau pun yang kecut-kecut asem..” hahahaha, kata gus Kholil, memulai prakata. “Saya minta maaf jika selama ini ban...

Salah Jurusan, Nambah Cobaan...

Di Indonesia, jurusan yang paling banyak diminati semasa SMA adalah IPA. Dalam sebuah lembaga setara SMA, kelas IPA biasanya jauh lebih banyak dibanding agama, bahasa atau pun IPS yang rata-rata hanya memiliki satu kelas atau dua kelas. Padahal menurut saya -yang pernah berpengalaman di jurusan IPA (dan sudah merasa salah jurusan J ) pelajaran-pelajaran di IPA itu ruwetnya minta ampun. Ngitung terus. Ngafalin rumus. Dan saya kira,   anak-anak remaja tak banyak yang mahir menghitung. Tapi anehnya justru IPA menjadi pilihan favorite. Barangkali karena IPA lagi tenar-tenarnya menjadi jurusan yang keren, dengan mata pelajaran yang keren juga. Mulai Biologi, kimia, matematika hingga fisika. Tapi kalau gak mahir, ya sama saja. Gak ada keren-kerennya...   Walhasil, berdasarkan pengamatan saya dari jendela kelas ( J ), anak-anak IPA seringkali hanya datang ke kelas sebagai jasad. Dalam proses belajar mereka banyak yang mengeluh akibat pelajaran-pelajaran hitung menghitung yang r...