Langsung ke konten utama

Berbuatlah, nak!

Di sebuah perjalanan dengan bis, kebetulan saya duduk dengan seorang ibu tengah baya yang berpenampilan necis; warna kerudung dan bajunya senada, ada sedikit dandanan di wajahnya walau ndak bisa disebut menor. Ketika melihat penampilan saya sendiri lalu membandingkannya dengan penampilan dan gaya beliau, saya jadi tidak bisa membedakan antara kami siapa yang tua dan siapa yang muda. Hahaha...
Dan jika dilihat sekilas, beliau tampak sebagai perempuan organisatoris yang cerdas dan cekatan. Hidupnya pasti tidak memiliki waktu untuk berleha-leha. Saya yakin, beliau pasti telah memiliki banyak kontribusi untuk sekitar. Di perjalanan itu, beliau memulai pembicaraan.
“Sudah kelas berapa?”
“Sudah kuliah bu, semester akhir”
“Oalah, pasti sudah banyak berkontribusi dan aktif di berbagai kegiatan”
Ibu tersebut langsung men-skak saya. Saya hanya tersenyum. Beliau kemudian bercerita tentang kehidupannya. Saat ini beliau menjadi CEO sebuah restoran yang memiliki banyak cabang di berbagai kota. Beliau mendirikan sebuah panti asuhan dan sebuah pesantren yang memiliki lembaga SMP dan SMA, menyekolahkan anak-anak yatim piatu, mengembangkan bisnis ternak sapi, telah banyak mendirikan masjid di berbagai wilayah dan jelas sekali sebagaimana perkiraan saya; beliau telah banyak berkontribusi untuk sekitar. Lalu tibalah beliau bertanya pada saya:
“Kalau adik sendiri, sudah berkontribusi apa saja?”
Ditanya begitu, saya jawab seadanya. Saya hanya berusaha bermanfaat lewat menulis, sesekali juga ngisi seminar, bantu-bantu ngajar tentang apa yang saya tahu, saya juga sedang belajar ilmu agama dengan harapan semoga bisa bermanfaat dengan ilmu saya. Lalu saya kaget dengan respon ibu tersebut:
“Mosok iya itu sudah disebut berkontribusi? Apa kamu yakin tulisan-tulisanmu telah memberi manfaat? Apa kamu yakin apa yang kamu sampaikan di seminar-seminar, apa yang kamu ajarkan di kelas-kelas itu bermanfaat untuk mereka? Apa kamu yakin apa yang kamu pelajari itu bisa bermanfaat untuk orang banyak? Bukankah ilmu agama cukup safinah saja, yang penting diamalkan. Mbok cari aktivitas yang ada manfaaatnyalah. Jangan segitu-segitu saja!”
Saya diam. Memutar otak, berfikir. Merenung. Iya, benar! Ternyata saya belum berkontribusi apa-apa. Namun saya merenung lagi, lebih dalam dan menemukan sedikit pencerahan.
“Maaf bu, bukankah yang terpenting saya sudah berusaha untuk bermanfaat buat orang lain? Dan saya kira yang bisa menentukan apakah kita telah bermanfaat atau tidak untuk orang lain adalah Allah. Seperti barokah, manfaat itu juga tak tampak. Siapa tahu dengan tulisan-tulisan saya, ada segelintir orang yang berubah menjadi lebih baik. Siapa tahu salah satu peserta seminar atau anak didik saya nantinya akan menjadi orang besar dan bisa mengamalkan ilmu dari apa yang saya sampaikan. Siapa tahu dengan ilmu agama saya nanti bisa menyelesaikan perkara seseorang, bisa menenangkan dan mencerahkan, bisa menjadi solusi. Dan saya atau pun jenengan benar-benar tidak tahu seberapa manfaat sesuatu yang telah saya atau pun sampean lakukan. Lagi pula, apakah jenengan sudah yakin telah bermanfaat dengan apa yang ibu lakukan? Apakah jenengan sudah yakin para pegawai di restoran-restoran sampean sudah merasakan manfaat dari restoran itu? Bagaimana kalau ternyata mereka hanya menjadikan pekerjaan itu sebagai sampingan saja dan tidak memiliki manfaat apa-apa untuk hidup mereka. Atau jangan-jangan ada ketidak berkahan dalam restoran itu, entah dari sistemnya atau uang-uang yang masuk, lalu sampean menggaji mereka dengan uang yang ndak jelas halal haramnya.  Apa sampean juga yakin panti asuhan maupun pesantren yang sampean dirikan itu bermanfaat untuk anak-anak di sana? Siapa tahu pesantren dan panti asuhan itu menjadi tempat tumbuhnya anak-anak nakal, jangan-jangan di lingkungan itu justru mereka semakin menjadi tidak baik. Manfaat itu seperti barokah kan bu, ndak tampak. Kitanya saja yang merasa kepedean telah merasa bermanfaat untuk banyak orang..”
Kali ini, ibu tersebut yang terdiam. Dan saya merasa bersalah sebenarnya telah panjang lebar berbicara, padahal jelas-jelas ibu itu memiliki banyak manfaat untuk sekitarnya dibanding saya yang masih ndak jelas siapa dan apa. Tapi saya diam saja, dan terus merenung sepanjang jalan..
Yang penting bergerak, nak! Yang penting berbuat! Yang berbuat saja belum tentu bermanfaat apalagi yang belum berbuat sama sekali..
Dan bis terus melaju semakin kencang menuju arah barat..
                                                                                   Fina Layla. 20 maret 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kala Tubuh Minta Rehat

Catatan Hari Ini 📝✨ Semalam aku udah tekad banget buat nyelesain tugas presentasi genderku bakda subuh. Tapi naas! 🥲 Begitu bangun pagi tadi, kepala langsung puyeng bukan main. Kupakai koyok seperti biasa, terus kupaksa keluar cari angin dan sinar matahari sekalian beli lauk buat sarapan. Biasanya sih, kalau pusing palingan bentar doang, trus sembuh. Apalagi pagi ini ada Pak Lukman Saifuddin ngisi kuliah. Aku pikir, ya udah, rebahan sebentar, nanti juga kuat ikut kuliah beliau. Tapi ternyata, sampai balik ke kamar, pusing makin menjadi. Makan gak enak, mulut pahit banget. Kepala nyut-nyutan—kadang depan, kadang belakang, kanan-kiri pun ikut-ikutan. Nggilaaaaa 😵‍💫 Oke, fine. Aku butuh tidur. Mungkin siangan bisa kerjain tugas presentasi gendernya. Gak papa deh gak ikut kuliah Pak Lukman, yang penting cepat pulih dan bisa fokus. Pas temen-temen pada berangkat kuliah, Yaya—yang biasanya ogah-ogahan—malah ngajakin kuliah: “Miiiii, ayo kuliah, itu mbak-mbak udah berangkat.” “Aduh ...

CARA MENGAJAR TENTANG JAM DALAM BAHASA ARAB YANG MENYENANGKAN (Pelajaran Jam-Bahasa Arab Kelas VIII MTs dan Kelas VI MI)

  CARA MENGAJAR TENTANG JAM DALAM   BAHASA ARAB YANG MENYENANGKAN (Pelajaran Jam-Bahasa Arab Kelas VIII MTs dan Kelas VI MI) Oleh: Fina Lailatul Masruroh   Sebagaimana pelajaran bahasa Inggris, bahasa Arab juga menjadi pelajaran yang bagi kebanyakan siswa sangat sulit. Mereka harus tau membaca bahasa Arab yang bukan bahasa mereka sendiri, dan mampu menulis Arab sedang sehari-hari sudah terbiasa menulis latin. Saya selalu berfikir keras bagaimana agar pembelajaran ini bisa diterima dengan mudah dan menyenangkan oleh anak-anak. Sejak dulu saya suka mengajar dengan cara bernyanyi dan main game. Hari ini, saya punya ide untuk ikut melibatkan hobi mereka dalam belajar bahasa Arab. Setelah menulis materi di papan tulis (tentang jam dalam bahasa Arab) saya minta setiap anak untuk menuliskan hobi atau kesukaan mereka di lembar bagian bawah. Lalu saya catat setiap hobi mereka. Pelajaran kali ini saya isi dengan game lempar tanya cepat. Jadi setiap anak melempar pertany...

Ranting

“Ranting”   Author : Fina Laila Ia hanya setangkai Ranting,   jangan digantungi harapan atau perasaan, nanti   bisa terluka dan patah...                                             Kepada : Yth. Sahabat saya,   seluruh manusia se- dunia. Hanya kau yang boleh menyakiti dirimu sendiri, tidak orang lain atau keadaan di luarmu. Maka barangkali keadaan tidak baik-baik saja, tapi pastikan hati dan jiwamu baik-baik saja. Ranting! Hei, perkenalkan, namaku Bianglala, bisa dipanggil Lala atau Bianglala. Asal jangan Biangkerok! Dan dia yang duduk di depanku saat ini adalah sahabat baruku. Namanya Semesta Ranting Mustofa. Sungguh! Katanya itu nama asli ya...