Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018
Skripsi oh skripsi Seorang teman di dunia maya bercerita tentang kegelisahannya selama ini. Kebetulan dia sudah lulus S.1 setahun yang lalu dari salah satu kampus yang tak saya tahu. “Saya benar-benar kefikiran dengan ijazah S.1 saya, dik. Hingga saat ini saya selalu menghindari pekerjaan yang   menggunakan ijazah..” “Loh, kenapa mbak? Kan eman kalau ijazahnya gak digunakan?” “Masalahnya skripsi saya adalah hasil plagiasi sana-sini. Teman-teman saya rata-rata juga begitu, bahkan biasa beli skripsi dengan harga yang tinggi. Saya benar-benar menyesal, sekarang saya takut menggunakan ijazah saya untuk cari nafkah. Bagaimana kalau nanti tidak barokah, bagaimana kalau syubhat, bagaimana kalau haram?” Saya berfikir sejenak ikut prihatin. “Masalah syubhat, haram dan sebagainya itu prioritas Allah mbak. Lagi pula kalau kerja sampean bagus, sampean kan juga berhak mendapat gaji yang halal..” “Tetap saja ada yang mengganjal di hati saya dik. Karena saya mendapatkan pekerjaa...
Berbuatlah, nak! Di sebuah perjalanan dengan bis, kebetulan saya duduk dengan seorang ibu tengah baya yang berpenampilan necis; warna kerudung dan bajunya senada, ada sedikit dandanan di wajahnya walau ndak bisa disebut menor. Ketika melihat penampilan saya sendiri lalu membandingkannya dengan penampilan dan gaya beliau, saya jadi tidak bisa membedakan antara kami siapa yang tua dan siapa yang muda. Hahaha... Dan jika dilihat sekilas, beliau tampak sebagai perempuan organisatoris yang cerdas dan cekatan. Hidupnya pasti tidak memiliki waktu untuk berleha-leha. Saya yakin, beliau pasti telah memiliki banyak kontribusi untuk sekitar. Di perjalanan itu, beliau memulai pembicaraan. “Sudah kelas berapa?” “Sudah kuliah bu, semester akhir” “Oalah, pasti sudah banyak berkontribusi dan aktif di berbagai kegiatan” Ibu tersebut langsung men-skak saya. Saya hanya tersenyum. Beliau kemudian bercerita tentang kehidupannya. Saat ini beliau menjadi CEO sebuah restoran yang memiliki ban...

Pernahkah kita bertemu?

Pernahkah kita bertemu? Mungkin di hamparan nasi gulung, saat kita bersenggolan berebutan memungut nasi diatas satu gulungan mungkin juga saat barzanji setiap malam jum ’ at Kau duduk dan berdiri disampingku Menemani bacaan-bacaan barzanjiku Mengamini do ’ a-do ’ a bersama Mungkin juga Dalam sebuah antrian, kita berebutan membeli sebungkus nasi Kau koarkan jumlah harga nasi Aku tak kalah keras koarkan harga nasi Si penjual nasi itu, ikut berkoar kebingungan Kau menyenggolku, lalu kita tersenyum Atau mungkin Kita pernah bertemu dibangku-bangku madrasah , atau di perlombaan baca nadhom alfiyah Atau mungkin di bangku-bangku sekolah, dimusollah, atau dikantin tempat Kau dan aku juga mereka menyuap nasi Yah, mungkin saja Mungkin saja kita pernah bertemu, Sekarang kulihat kau gagah dan wibawa Mungkinkah ini saatnya kau petik barokah, Dari tanah kita, salafiyah? Ya. Mungkin saja.           ...

“Karma”

Pena : Fina laila Dia selalu mencoba menghilang, pergi dariku tanpa berkabar. Dan tak sampai 2 bulan, dia juga selalu kembali lagi. Mengunjungi rumahku, membawakan oleh-oleh, bercerita ini itu, bagai ia tak sadar bahwa kita sudah sama-sama dewasa, tak suka lagi aku mendengar cerita-cerita khayalannya. Tapi aku suka gaya dia bercerita, dia senang sekali mengiringi ceritanya dengan gerakan-gerakan tangan, dengan mata yang bolak dan suka meniru berbagai suara. Dia selalu tampak bak kembang sepatu disiram air hujan. Segar, indah, dan tak pernah kutemukan alamat duka dipedalaman matanya. Padahal, aku tau alasan kenapa dia selalu pergi tanpa kabar dan rajin pula bertandang tiba-tiba. “Ini dik Laras, wedang jahe dan singkongnya disantap dulu…” Ujar istriku, sambil meletakkan wejangan dihadapan kami berdua. Laras hanya tersenyum mengangguk dan sejenak menghentikan ceritanya. “Anaknya sudah berapa mbak?” “Alhamdulillah sudah dikaruniai 3, yang kemarin langsung lahir kembar” “...