Langsung ke konten utama

Jangan mudah berfatwa, Uy!


Jangan Mudah Berfatwa, Uy!

Fina Laila



Ngaji tasawwuf memang seringkali menimbulkan rasa tak nyaman karena membuat diri selalu merasa berdosa dan diliputi rasa bersalah sehingga gerak terasa semakin terbatas dan sehingga lagi; kita sering menunda waktu untuk memulai ngaji tasawwuf. Padahal; untuk memulai nimba ilmu, seyogyanya kita harus tazkiyah nafs dulu. Ngebersihin hati. Ngebagusin diri. Baru dah gampang buat dapetin ilmu. Itu teori sekaligus praktik yang telah dicontohkan salafunas soleh.

Lora Abdurrahman al-Kayyis pernah dawuh di sela-sela ngajar kitab Ihya’ ulumiddin; “Lebih baik kita merasa selalu bersalah (dengan belajar tasawwuf) dari pada merasa selalu benar (sehingga menghindari ngaji tasawwuf). Ngoten kan? Eh! Yah begitulaaaah pemirsaaaaa. Dan hari ini, pembahasan tasawwuf kita adalah perihal jangan mudah memberikan fatwa pada orang lain. Orang yang mudah memberikan fatwa, pertanda ilmunya sedikit.

Jadi ceritanya ini lanjutan dari tanda-tanda ulama akhirat. Nah, salah satunya adalah ya itu, tidak mudah memberi fatwa. Ulama akhirat akan memberikan fatwa perihal hukum yang telah mereka yakini ada di nas Alquran, hadis, ijma’ atau pun qiyas. Sedangkan untuk hal yang mereka ragukan (syakk), mereka akan berkata “Saya tidak tahu”. Dan ketika mereka ditanya tentang sesuatu yang mereka ragukan (dhonn) berdasarkan ijtihad, mereka akan berhati-hati. Pengakuan terhadap ketidak tahuan mereka sudah menjadi kebiasaan para sahabat dan salafuna soleh (kereeeeennnn).

Abu Hafs Al-Naysaburi berkata bahwa orang alim adalah orang yang ketika ditanya (tentang hukum) ia khawatir di hari kiamat nanti ia ditanya; dari mana kamu menjawabnya? Rasulullah pun pernah mengatakan tidak tahu untuk hal-hal yang memang belum beliau ketahui. Beliau pernah bersabda; “Saya tidak tahu apakah Uzair itu nabi atau bukan, saya juga tidak tahu Dzul Qarnain itu nabi atau bukan,.[1]

Suatu ketika Nabi juga pernah ditanya perihal tempat terbaik dan terburuk di bumi. Nabi menjawab gak tau, hingga Jibril turun dan berkata “Aku tidak tau hingga Allah memberitahuku bahwa tempat terbaik di bumi adalah masjid-masjid dan tempat terburuk adalah pasar-pasar”[2]

Ibnu Umar juga pernah ditanya tentang sepuluh masalah dan beliau hanya menjawab satu dari sepuluh itu. Kalangan Fuqaha’  yang menjawab “saya tidak tahu” pun lebih banyak dibanding yang menjawab “saya tahu”, di antaranya adalah  Sufyan Altsauri, Imam Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas dan Fadhil ibn ‘Iyadh.

Sebagian ulama berkata bahwa para sahabat itu menolak empat hal; kepemimpinan (imamah), wasiat, titipan dan fatwa. Dan mereka disibukkan dengan lima hal; membaca Alquran, memakmurkan masjid, zikir pada Allah, Amar bi al-ma’ruf dan Nahi ‘an al-munkar.

Anas bin Malik ketika diminta untuk https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3150503806071075855#editor/target=post;postID=98531213228501167berfatwa perihal suatu hukum ia menyuruh si penanya untuk pergi pada Imam Hasan Al-bashri, begitu juga Ibnu Abbas akan melontarkannya pada Haritsah Ibn Zaid, tak kalah wara’nya; Ibnu Umar ketika ditanya tentang sebuah hukum beliau menyarankan si penanya untuk bertanya pada Sa’ad bin Musayyab, padahal ketiganya (Hasan, Haritsah dan Sa’ad merupakan tabi’in yang masing-masing merupakan murid dari sahabat-sahabat di atas). Hal ini menunjukkan kewara’an sahabat dalam memberikan fatwa serta menyerahkan urusan keilmuan tersebut pada muridnya.

Demikianlah pemirsaaaaa bentuk kewara’an Nabi, sahabat hingga tabi’in ketika diminta untuk berfatwa. Ekhm, jadi; kita dan saya khususnya sebagai manusia yang hanya setitik debu dibanding mereka, seyogyanya always berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa atau ketika menjawab tentang hal-hal yang belum kita yakini benar.  Wal akhir, Semoga kita bisa meneladani kullahum aj’ma’in. Amin[]



Nb : maafkeun jika ada typo atau bahasa belepotan atau konten yang salah. Tulisan ini selesai diketik pada jam 00.05 WIB. Semoga bermanfaat J



[1] حديث ما أدري أعزير نبي أم لا الحديث أخرجه أبو داود والحاكم وصححه من حديث أبي هريرة
[2]  حديث لما سئل عن خير البقاع وشرها قال لا أدري حتى نزل جبريل الحديث أخرجه أحمد وأبو يعلى والبزار والحاكم وصححه ونحوه من حديث ابن عمر

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kusebut Ia, Puisi

 1- Timbul tenggelam  Kadang dekat, kadang lupa pulang Tapi kau selalu setia, Menungguku datang. 2- Tanamlah aku, Sebagai manusia Yang berhak tumbuh Bersama usia Tanamlah aku, Sebagai Ibu Meski berlumur lumpur Doanya melesat menembus waktu Tanamlah aku, Sebagai warga Yang tak punya daya, Kecuali suara Kutanam diriku: Sebagai hamba yang tak punya apa Kecuali Dia. 3- Aku pulang,  Pada rumah bernama puisi Tempatku menemukan diri. 4- Pergi aku jauh, Seperti harapmu: mencari ilmu Selain koper dan ransel, Aku juga melipatmu rapi, dalam dada. Tapi rindu sering datang, membuatnya berantakan. Pergi aku jauh,  Kusangka ranselku berat  Oleh buku dan baju  Ternyata aku juga, Membawa berton-ton rindu yang kerap memberati langkahku. (Bandung yang dingin, di suatu Mei) 5- Enam menuju tujuh Cinta itu terus tumbuh Merona di kala dekat Rindu di kala jauh, Dan di dekatmu: waktu melesat seperti kilat Di jauh: ia terseok menempuh punggung hari, seperti rayap Enam menuju tujuh M...

Ranting

“Ranting”   Author : Fina Laila Ia hanya setangkai Ranting,   jangan digantungi harapan atau perasaan, nanti   bisa terluka dan patah...                                             Kepada : Yth. Sahabat saya,   seluruh manusia se- dunia. Hanya kau yang boleh menyakiti dirimu sendiri, tidak orang lain atau keadaan di luarmu. Maka barangkali keadaan tidak baik-baik saja, tapi pastikan hati dan jiwamu baik-baik saja. Ranting! Hei, perkenalkan, namaku Bianglala, bisa dipanggil Lala atau Bianglala. Asal jangan Biangkerok! Dan dia yang duduk di depanku saat ini adalah sahabat baruku. Namanya Semesta Ranting Mustofa. Sungguh! Katanya itu nama asli ya...

Kala Tubuh Minta Rehat

Catatan Hari Ini 📝✨ Semalam aku udah tekad banget buat nyelesain tugas presentasi genderku bakda subuh. Tapi naas! 🥲 Begitu bangun pagi tadi, kepala langsung puyeng bukan main. Kupakai koyok seperti biasa, terus kupaksa keluar cari angin dan sinar matahari sekalian beli lauk buat sarapan. Biasanya sih, kalau pusing palingan bentar doang, trus sembuh. Apalagi pagi ini ada Pak Lukman Saifuddin ngisi kuliah. Aku pikir, ya udah, rebahan sebentar, nanti juga kuat ikut kuliah beliau. Tapi ternyata, sampai balik ke kamar, pusing makin menjadi. Makan gak enak, mulut pahit banget. Kepala nyut-nyutan—kadang depan, kadang belakang, kanan-kiri pun ikut-ikutan. Nggilaaaaa 😵‍💫 Oke, fine. Aku butuh tidur. Mungkin siangan bisa kerjain tugas presentasi gendernya. Gak papa deh gak ikut kuliah Pak Lukman, yang penting cepat pulih dan bisa fokus. Pas temen-temen pada berangkat kuliah, Yaya—yang biasanya ogah-ogahan—malah ngajakin kuliah: “Miiiii, ayo kuliah, itu mbak-mbak udah berangkat.” “Aduh ...